Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Kamis, 18 Juli 2013

Sarabba Khas Kota Daeng

SARABBA

RESEP SARABBA
   Bahan:
ü  1/2  ltr santan dari 1 butir Kelapa
ü  500 gr Gula Merah
ü  500 gr Jahe
Cara membuat:
1. Bakar jahe terlebih dahulu, kemudian kupas jahe lalu keprek hingga pipih
2. kemudian Rebus santan, gula merah, dan jahe sambil diaduk sampai agak mendidih dengan api kecil
3. Setelah Mendidih angkat dan sajikan selagi hangat

Untuk 10 gelas

Pengalengan Makanan


Pengalengan
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk.

Memberi Nilai Tambah Masakan Tradisional
 Meski banyak perusahaan pengalengan di negeri ini, masih sedikit yang mengemas masakan  tradisional di dalam kaleng. Peluang inilah yang dilihat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat mulai meneliti pengemasan kaleng untuk masakan tradisional.
Sejak era 1990-an, LIPI telah mulai memproduksi makanan tradisional yang dikemas di dalam kaleng.“Waktu itu, kami tertarik mengemas makanan tradisional dalam kaleng karena memiliki nilai tambah,” tutur Mukhamad Angwar, Koordinator Produksi UPT BPPTK LIPI.
Awalnya, LIPI memproduksi tempe kari dalam kaleng. Melihat respon yang baik, mereka memproduksi makanan tradisional lain, seperti gudeg, sayur lombok ijo, mangut lele, tahu kari, rendang, gulai, rawon, telur puyuh, hingga koktail.
Namun, seiring berjalannya waktu, hanya beberapa produk saja yang memiliki nilai jual yang baik. Kari tempe, gudeg, mangut lele, dan sayur lombok ijo merupakan olahan makanan yang paling banyak dicari.
Dalam sebulan, melalui Koperasi LIPI Gading (KOLIGA) LIPI mampu menjual 50 hingga 100 kaleng olahan makanan itu.Selain menjual langsung, Koliga juga memasarkan masakan tradisional kalegan itu melalui website LIPI dan Koliga.Mereka juga aktif mengikuti pameran dan melayani pemesanan untuk suvenir dan oleh-oleh.Koliga juga mendistribusikan olahan tersebut ke dua supermarket besar di Kota Yogyakarta.
Angwar menilai, gudeg kaleng punya potensi bisnis yang besar.Pasalnya, penggemar masakan ini cukup banyak, baik dari dalam maupun luar negeri.“Belanda bisa menjadi pasar yang potensial untuk ekspor gudeg kaleng.Selain itu, pemasaran juga bisa dilakukan bersama jemaah haji sehingga bisa dijadikan oleh-oleh, “ujarnya.
Tak berhenti dengan pengemasan kaleng, LIPI juga mengembangkan pengemasan makanan dengan menggunakan aluminium foil atau plastik nilon berbentuk kantong (pouch). Kedua jenis kemasan ini memiliki kualitas yang sama dengan kemasan kaleng, namun harganya lebih murah. LIPI mengklaim, dengan dua kemasan tersebut, pihaknya bisa berhemat ongkos produksi hingga 20 %.
 
Bahan Harus Segar dan Tahan Suhu Tinggi
   Sebagai pihak yang meneliti dan melakukan pengemasan dalam kaleng, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menetapkan persyaratan khusus agar sebuah masakan bisa dikemas ke dalam kaleng.Apalagi, proses pengalengan makanan tradisional seperti gudeg tidak menggunakan bahan kimia sebagai pengawet.
Pertama, bahan baku masakan harus benar-benar segar sesuai standar internasional dan prosedur pengalengan di UPT BPPTK LIPI. “Untuk ikan dan daging, dari yang masih hidup, begitu dipotong langsung diolah, begitu juga untuk sayur juga harus langsung diolah setelah dipetik, “kata Mukhamad Angwar, Koordinator Produksi UPT BPPTK LIPI.
Kedua, bahan makanan itu harus bisa bertahan dalam suhu tinggi hingga 121° Celcius (C).Artinya, masakan tak berubah, baik warna maupun bentuknya, jika dipanaskan dalam suhu tinggi.“Makanan itu tak berubah menjadi bubur, misalnya, “ujar Angwar.
LIPI menggunakan langkah-langkah sesuai prinsip fisika dalam proses pengalengan ini. Proses ini dimulai dengan menimbang dan memasukkan gudeg yang sudah masak kedalam kaleng kosong yang terlebih dulu disterilkan. Selanjutnya, dilakukan penghampaan udara di permukaan gudeg menggunakan uap panas pada suhu 90° C - 95° C. Gudeg itu kemudian ditutup dengan menggunakan mesin penutup kaleng dan dilanjutkan dengan sterilisasi.
Gudeg yang sudah dikemas dalam kaleng tertutup itu kemudian dimasukkan kedalam alat sterilisasi dengan suhu 121° C selama 15 menit.Setelah itu, kaleng-kaleng berisi gudeg dimasukkan kedalam air dingin yang sudah steril.“Tujuannya supaya mikroba jenis spora yang tahan panas pecah, sehingga semua mikroba dalam gudeg itu mati, “jelas Angwar.
Setelah selesai, kaleng dikeringkan dan dikarantina 15 hari untuk memastikan apakah masih ada mikroba yang tersisa. Sebab, bila masih ada mikroba, gudeg akan mengalami proses fermentasi dan kaleng akan mengembung. Bila hal itu terjadi, artinya pengalengan gudeg gagal.Namun, bila selama 15 hari kaleng tetap normal, gudeg itu layak dikonsumsi setiap hari. Dalam tujuh jam, LIPI bisa mengemas 1.000 gudeg kaleng.   

Sumber :UPT BPPTK LIPI

             Unit Pelaksana Teknis Balai Pengembangan Proses Dan Teknologi Kimia – LIPI